Minggu, 31 Januari 2010

Mengenalkan Reza

Pada awal perkenalan, aku memanggilnya dengan nama Reza, namun entah kenapa setelah komunikasi berjalan, aku memberanikan diri untuk memanggilnya Adik. Dan Reza membiarkan itu, aku juga tau Reza menyukai ketika aku memanggilnya denga sebutan Adik.
Reza secara fisikli cukup Islamis, dengan balutan-balutan pakainnya tutur bahasa dan sikapnya tidak akan meragukan untuk menilainya dia adalah perempuan yang baik, untuk menjadi istri dan menjadi ibu dari anak-anaknya. Ada ruang tersendiri untuk reza dalam perjalanan hidupku dan salah satu aktualisasiku diantaranya ialah membuat catatan yang sudah aku buat sekitar 125 halaman. Dan itu tidak bisa aku berikan kepada siapapun untuk membacanya, termasuk Reza.
Pertemuan yang sangat menyenangkan dengan Reza adalah, ketika Reza berkunjung ke Bengkulu untuk bersilahturahmi. Dengan motor pinjaman aku menjemputnya waktu itu di bandara. Ada rasa tidak percaya bahwa Reza benar-benar datang saat itu.
Dia suka sekali di pantai, ketika langitnya berwarna dan banyak anak-anak kecil sedang bermain bola. Aku bisa melihatnya dari tampilan wajah Reza saat itu dan sangat yakin dia merasa nyaman juga merasa lebih baik.
Dan sekarang aku tidak tau apa kabar yang dialaminya, tapi semoga semua akan terjadi baik-baik saja untuknya.Karna apapun yang terjadi kedepannya, aku sudah terlanjur meletakan hati diatas bumi kecilku kepada Reza.

Mengenalkan afit

Ada 2 kedatanganku yang cukup penting ke Bengkulu, itu menurut perasaanku saja mungkin hehee.
Pertama, pada tahun 2003 waktu aku menjalankan misi untuk study banding tentang kebudayaan Bengkulu. Dan yang kekedua menghadiri pernikahan qiqi.
Dan kedua-duanya Apitlah yang menjemputku ketika aku sampai di Bengkulu, pertama dengan Vespa bututnya dan yang kedua juga dengan Vespa bututnya, hanya ketika penjemputan yang yang kedua Vespa milik kawan satuku ini lumayan cukup sudah agak baik tampilannya, dia sudah dicat berwarna biru dan banyak stikernya hahhaaaa ( aku suka dengan vespamu Pit).
Dia bilang " kapan baliknya nanti ke Jogja wik? aku mau turing nih pakai Vespa, kamu aku bonceng yah". Karna aku belum dpt kepastian jadwal waktu kepulanganku ke Jogja, aku belum bisa menjawab pertanyaan api, tapi dalam hati, spertinya akan sangan keren juga melakukan perjalanan Sumatra-Jawa pakai Vespa hehee.
Secara kejiwaan, Apit memiliki karakter dan tempramental yang cukup tinggi, namun secara kemanusiaan Apit cukup baik dan humanis.

Mengenalkan Martin


Martin, dia suka sekali jika namanya ditambah menjadi Marti Alap, Alap yang berarti dalam bahasa Bengkulu Selatan Bagus. Martin alap berarti martin bagus atau Martin keren.
Martin memiliki seorang anak perempuan Uyek panggilannya, istri Martin adalah teman waktu dia SMA. Martin menjadi satu tim dalam kerja-kerjaku di Bengkulu, kelebihan Martin salah satunya adalah, bisa bekerja maksimal ketika dia benar-benar mendapatkan suasana yang cukup baik baginya. Karna walaupun hitungannya kondusif untuk pembenaran, namun biasa saja seorang tidak bisa bekerja dengan maksimal, artinya skil yang juga amat penting, dan Martin memiliki bebrapa skil yang mendukung untuk itu. Martin juga memiliki kelebihan lainnya, dia juga gemar menggoda gadis-gadis dan itu sedikit banyak terkadang bisa memecah kebuntuan karena kelucuannya hehe.

Mengenalkan Tanto


Tanto bersahabat semenjak SMA dengan cadik, bedanya setelah lulus SMA, tanto melanjutkan kuliahnya di Universitas Negri Bengkulu dan Cadik Memutuskan untuk kuliah di Jogjajakarta. Waktu awal-awal semester, tanto sering sekali datang menjenguk cadik di Jogjakarta, selain misi untuk bertemu dengan cadik, tanto juga selalu punya rencana untuk mendaki beberapa gunung yang berada di Jawa.
Aku pernah mengawani tanto untuk mendaki gunung di Jawa, Semeru, Merbabu dan Lawu, bersama kadik tentunya. Hanya gunung semeru saja waktu itu aku tidak bisa temani.
Tanto kini menjadi pegawai Negri di Bengkulu, atas desakan orang tuanya, tanto mengikuti ujian seleksi PNS
Sampai saat ini tanto sering menemuiku di Bengkulu, sekedar melepas kerinduan untuk berbincang-bincang.
Kegemarannya untuk mendaki gunung sampai kini masih tumbuh dalam diri Tanto dan tidak jarang, kami melakukan pendakian gunung yang berada di Bengkulu. Bukit Kabah, sudah 4 kali aku mendakinya dan rasa ingin selalu menemuinya pasti datang ketika Hujan datang...

Mengenalkan Zenzi



Firman suka sekali memanggil Zenzi dengan sebutan zi, berbeda denganku, aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan zen. Tapi jika aku terlebih dahulu memanggil zen lalu disusul firman zi,.maka perpaduan dua panggilan ini menjadi pelengkap dari  nama Zenzi.
Aku mengenal Zenzi atas usaha Cadik, dan aku sendiri berkeyakinan bahwa ada niatan dibalik usaha memperkenalkan itu. Memang tidak lain, cadik menginginkan aku untuk berperan aktif dalam kerja kolektif bersama Zenzi di Bengkulu.
Setelah beberapa lama aku dan Zenzi terikat secara emosional dan struktural, Zenzi memperkenalkan aku dengan keluarganya. Beberapa waktu belakangan ini baru  aku sadar kenapa zenzi sangat ingin sekali mengenalkan aku dengan keluarganya. Zenzi pernah memiliki saudara  kandung, namun saat kakanya masih duduk di bangku sekolah menengah atas, kaka Zenzi meninggal dunia. Menurut cerita Zenzi setelah mengenalkan aku dan keluarganya, kaka Zenzi cukup mirip denganku, dan hampir bernasib sama pula, salah satu kakinya sakit akibat kecelakaan.
Sebelum meninggal, kaka Zenzi selalu menggunakan tongkat untuk berjalan. keluraga Zenzi sepertinya menyayangiku, mereka menganggap aku adalah seperti kaka Zenzi yang sudah meninggal. Pernah pertama kali perkenalan itu, adik Zenzi yang perempuan sempat sedih ketika melihat kehadiranku. Zenzi mengatakan, bahwa adiknya sangat teringat kakanya ketika melihat kehadiranku.

Mengenalkan Rini



Marini si payung lengkapnya, Rini hanya panggilan seharinya. Rini berasal dari Sumatra utara. Kesibukanhari-harinya bekerja sebagai wartawan di ANTARA.
Beberapa kegiatan pernah kami lakukan bersama di Bengkulu. Salah satunya adalah melakukan Expedisi sungai air berau di Muko-muko Bengkulu. Rini satu-satunya perempuan yang ikut dalam Expedisi itu, awalnya memang juru kunci sungai melarangnya untuk ikut dalam kegiatan, namun dia mampu meyakinkan juru kunci itu dan alhasil dia bisa bergabung dalam satu tim.
Terakhir rini memberikan aku oleh-oleh dari kampung halamannya, walau aku sendiri tidak sempat mencicipi manisnya syirup markisa darinya, ketika titipan itu sampai di kantor, aku sedang berada dilapangan dan ternyata titipan itu telah jatuh ketangan pendekar berwatak jahat heeehhhee

Sabtu, 30 Januari 2010

Mengenalkan Firman



Firman,. lulusan perguruan tinggi Negri Bengkulu, mendapat gelar S1 fisipol. Bercita-cita menjadi seorang dosen, namun niatannya terganjal karna dia tidak bisa lulus dalam ujian masuk S2 di Universitas Indonesia. Firman juga seorang yang tidak asing bagiku. Pengalaman-pengalaman yang masa lalu dalam 9 tahun belakang menjadi ikatan emosional tersendiri bagi aku dan Firman. Pertama kali kami bertemu di Bengkulu, ketika itu aku  mendapat giliran dari pemerintah daerah Jogjakarta untuk melakukan study banding kebudayaan Bengkulu. Waktu itu aku masih semester VI. beberapa lokasi yang menjadi study bandingku di Bengkulu, Firmanlah yang setia menemani. Pengalaman lain ketika Firman sudah menyelesaikan gelar S1 nya, kami pernah satu lokasi Kursus bahasa inggris di Pare Jawa timur, tidak lama hanya 6 bulan.
Kami pernah membicarakan tentang hal masa depan disana, tentang pekerjaan dan cita-cita, terakhir itu kami bicarakan ketika Firman berkunjung dirumah kediaman orang tuaku Bekasi. Kami sepakat dan bercita-cita apapun yang akan kami lakukan kedepannya adalah sebuah usaha dalam menjunjung nila-nilai  hak kemanusiaan, dengan apa yang kami bisa persembahkan.
Saat itu ketika Firman mengetahui ujian S2 nya tidak lulu, keputusan untuk menetap kembali di Bengkulu diputuskannya.
Sebenarnya ada satu pekerjaan yang dulu sangat dicintai oleh Firman, menjadi wartawan disalah satu harian berita lokal di kota Bengkulu. Namun karna sistem pemuatan berita yang terlalu kaku dan tidak berani untuk mengungkap, membuat Firman keluar dari instansi harian surat kabar itu.
Kini seperti sebuah takdir yang tidak bisa dibaca oleh manusia, kami sekarang dalam sebuah satu wadah, bekerja bersama dalam satu irama dan yang sangat menspektakulerkan adalah, cita-cita dan keinginan kami untuk berkerja bersama dalam ikatan emosional dan struktural benar-benar terjadi.
Firman kini sudah memiliki bayi mungil, perempuan Calista namanya, ketika Firman membawanya kekantor, selalu saja membuat keinginan-keinginan itu muncul,.
hahahhaaa...iyah, keinginan untuk memiliki seorang bayi perempuan,.

Mengenalkan Cadik



Adalah nama Cadik biasa  dia dipanggil oleh sahabt-sahabatnya, selain pintar, dia banyak akal dan sering lepas dari jeratan masalah yang dihadapinya. Namun karna wataknya yang terkadang menganggap segalanya mudah, dia tidak jarang mendapatkan masalah yang bertubi-tubi. Tubuhnya yang kecil sering menjadikan lumayan unik ketika aku diboncengi motor besarnya, jika jarum kecepatan mencapai 80.km/jam, maka tidak ayal lagi angin yang bertiup sangat kencang akan langsung menekan dari arah depan.
Cadiklah orang yang pertama kali mendorongku untuk tinggal di Bengkulu, keluarga cadik cukup dekat denganku. Orang tuanya memiliki berhektar-hektar kebun kopi, lada dan kebun sawit. Terkadang jika kebun orang tuanya sedang panen, aku ikut dengan Cadik kedusun dimana kebun-kebun orang tuanya berada.
Cadik mempunyai hubungan dekat dengan seorang perempuan yang berasal dari Jawa. Dulu  kami satu kampus, Atin namanya. Hubungan mereka cukup serius, sampai tidak jarang kadik menceritakan niatannya untuk menikahi Atin. Sampai ditahun awal 2010 ini aku mendengar kabar dari Atin, Cadik memutuskan hubungan mereka “ini tidak benar dan tidak adil, aku selalu coba setia, tapi sekarang, Cadik malah ninggalkan sy”  itu terakhir yang kudengar  di telpon dari atin mengenai hubungan mereka.
Aku coba untuk tidak masuk dalam persoalan cadik yang satu ini, karna disamping aku juga tidak pernah teruji dalam praktek, masalah itu juga bagian dari pribadi mereka.
Kini Cadik juga bekerja disalah satu NGO yang berada di Bengkulu, yang membedakannya denganku adalah, pekerjaan cadik fokus pada konservasi dan advokasi satwa.
Jika Cadik pulang kekota, dia tidak lupa untuk menemuiku yang dilanjutkan kami menemui sahabat-sahabat lama lainnya di Bengkulu. Tidak banyak yang akan kami lakukan ketika sudah berkumpul, biasanya kami akan bersantai-santai dipantai panjang Bengkulu ketika sore sudah mulai memanja.
Pantai Bengkulu sore hari memang cukup menyenangkan, ditambah jagung bakar yang siap disajikan oleh pedagangnya, aku paling suka jika jagung bakar itu sengaja di olesi dengan sambal,. hmmm jika sudah demikian, muncul komentar dari Firman, kau senang atau lapar wik..???
Hahhaaaa,...tawa serentak terdengar.




Bukan pelarian

02 juni 2009,.
Aku terbiasa hidup untuk memikirkan dan menindakan segala hal yang menjadi persoalan umum .Ini bukan sesuatu yang tidak sengaja atau yang  begitu saja jatuh darilangit.
Semua terjadi dalam sebuah perjalanan hidup yang mungkin bagi seseorang biasa-biasa saja, namun aku katakan tidak bagiku.
Selepas aku menyelesaikan sekolah lanjutan menengah atas, aku memutuskan untuk kuliah di kota Jogjakarta. Dari sanalah kemudian benih-benih yang merubah cara pandang hidupku berubah secara drastis. Lingkungan yang membesarkanku sebelumnya, hanya mengenalkanku pada sebuah pencapaian-pencapaian yang bersumber dari individualisme yang sempit. Lingkungan yang penuh dengan persaingan-persaingan untuk mendapatkan kenyamanan dan fasilitas-fasilatas kemapanan.
kemudian di Jogjalah aku mendapatkan segala yang barunya.
Kemudian di Jogjalah aku mendengarkan, membaca, berdiskusi dan melakukan hal-hal yang menawarkan sebuah nilai-nilai kemanusiaan.
Nilai-nilai yang membuka ruang berpikir dan membebaskan jiwa untuk membimbing rasa pada tubuh untuk melakukan sesuatu yang besar, sesuatu yang dikenal sebagai bendera KEMANUSIAAN.
Di Jogja aku manjakan jiwa untuk mempelajarinya, dan di Jogja aku melatih tubuh untuk memberikan sebuah keyakinan, bahwa ketika sesuatu yang di dalam hati kita adalah bersumber dari rasa manusia yang tersepikan, maka penderitaan adalah kemerdekaan diri.

Untuk apa kita tertawa oleh sesuatu yang sebenarnya itu akan menjadikan manusia lain akan semakin tersepikan,...???

Di jogja,..
aku mendapatkan idialisme.
Di jogja juga aku sudah mampu mengukur kemampuan untuk mendapatkan materi.
Namun keberhasilan dalam materi dan idialisme yang ku peroleh di Jogja, kini menjadi penempa di kota Bengkulu ini.
Secara materi, aku tidak membawa sedikitpun yang aku sudah miliki waktu di Jogja. Hanya keyakinan idialisme yang ku bawa untuk di kota ini dan mudah-mudahan menjadi energi yang penting untuk semua hal yang aku lakukan di sini.
Aku sudah menyaksikannya disini, di kota Bengkulu,.
Aku sudah mendengarnya di sini, di kota Bengkulu,.
Dan aku ingin satu persatu menjadi persembahan bagi manusia yang tersepikan.